Jumat, 18 Mei 2012

Waspada, Isotonik Sebabkan Lupus


Mengancam Sistem Kekebalan Tubuh

JAKARTA – Waspalah mengonsumsi minuman dalam kemasan. Utamanya minuman isotonik. Zat pengawet yang ada dalam minuman kemasan itu sangat berbahaya. Salah satunya bisa menyebabkan penyakit sistemic lupus erythematosus (SLE), penyakit yang meyerang sistem kekebalan tubuh. Komite Masyarakat Antibahan Pengawet (Kombet) kemarin merilis hasil risetnya terhadap 28 minuman dalam kemasan. Paling banyak diteliti adalah minuman isotonik. ''Ternyata sebagian besar minuman dalam kemasan mengandung bahan pengawet yang membahayakan tubuh,'' kata Ketua Kombet Nova Kurniawan saat Konferensi Pers di Hotel Sari Pan Pasific, kemarin. Penelitian Kombet yang disupervisi oleh Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan (LP3ES) Jakarta dilakukan di tiga laboratorium. Yakni di Sucofindo Jakarta, M-Brio Bogor, dan Bio-Formaka Bogor. Ada dua zat pengawet yang dicari dalam minuman kemasan, yakni natrium benzoat dan kalium sorbet. Riset tersebut dilakukan 17 Oktober hingga 3 November 2006.

Hasilnya, diklasifikasikan dalam empat kategori.

Kategori pertama adalah produk yang tidak ditemukan bahan pengawet natrium benzoat dan kalium sorbat. Yakni Pocari Sweat, Vita-Zone, NU Apple EC, Jus AFI, dan Sportion.

Kategori kedua, produk yang mengandung pengawet natrium benzoat dan mencantumkannya di label kemasan. Minuman yang masuk kategori ini adalah Freezz Mix, Ize Pop, Nihau Orange Drink, Zhuka Sweat, Amazone, Kino Sweat, Arinda Sweat, Arinda Ice Coffee, Cafeta, Vzone, Pocap, Amico Sweat, Okky Jelly Drink, Deli Jus, dan Fruitsam.

Kategori ketiga, ada juga minuman yang mengandung dua pengawet, natrium benzoat dan kalium sorbat, tetapi hanya mencantumkan satu jenis pengawet. Yakni Mizone, Boy-zone, dan Zegar Isotonik.

Kategori keempat, yang paling parah adalah minuman yang mengandung pengawet, tapi tidak mencantumkannya dalam label kemasan. Minuman tersebut adalah Kopi Kap, Jolly Cool Drink, Zporto, Jungle Juice, Zestea, dan Mogu-mogu.

''Kategori ketiga dan keempat masuk dalam kategori pembohongan publik. Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan Depkes harus bertindak tegas dan menarik produk tersebut dari pasar,'' kata Nova.

Kombet berencana melakukan class action terhadap BPOM karena mengeluarkan izin minuman berbahan pengawet yang membahayakan manusia. Produsen minuman juga melanggar Permenkes 722 Tahun 1988 tentang bahan tambahan makanan. Juga UU no 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, serta UU No 7 Tahun 1996 tentang pangan.

''Jalur hukum sedang disusun berkasnya,'' katanya. Peneliti Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) Nurhasan yang ikut dalam konferensi pers kemarin mengatakan, perkembangan penyakit lupus meningkat tajam di Indonesia. ''Tahun ini saja, di RS Hasan Sadikin Bandung, sudah terdapat 350 orang yang terkena SLE (systemic lupus erythematosus) ,'' kata Nurhasan.

Penyakit tersebut merupakan peradangan menahun yang menyerang berbagai bagian tubuh, terutama kulit, sendi, darah, dan ginjal. Hal itu disebabkan adanya gangguan autoimun dalam tubuh. Sistem kekebalan tubuh seseorang yang seharusnya menjadi antibodi tidak berfungsi melindungi, tapi justru sebaliknya, menggerogoti tubuh sendiri. Gejalanya, kulit membengkak, kencing berdarah atau berbuih, gatal-gatal, dan sebagainya.

''Penyakit ini menyebabkan kematian dan belum ada obatnya,'' kata Nurhasan. Penyakit lain yang disebabkan bahan pengawet minuman dalam kemasan adalah kanker. ''Karena itu, produsen minuman kemasan sebaiknya memerhatikan hak konsumen untuk sehat. Caranya dengan memperpendek masa kedaluwarsa atau menghilangkan sama sekali bahan pengawet dalam minuman dalam kemasan,'' kata Nurhasan.

http://www.kaltimpo st.web.id/ berita/index. asp?berita= celoteh&id=185427

Aspirin Cegah Gangguan Pendengaran Akibat Antibiotik

Aspirin ternyata tak hanya ampuh untuk mengatasi sakit kepala. Tim ahli gabungan dari Cina dan Amerika Serikat (AS) menemukan bahwa obat ini bermanfaat juga untuk mencegah gangguan pendengaran akibat antiobiotik jenis aminoglycosides. Perlu diketahui, antibiotik jenis tersebut biasa digunakan selama sekitar 60 tahun untuk mengobati infeksi akut, TBC, dan sejumlah penyakit lainnya. Sayangnya, efek sampingnya adalah kehilangan kemampuan pendengaran.

Penemuan ini ditulis dalam New England Journal of Medicine dan melibatkan 195 pasien Cina yang menerima antara 80 hingga 160 miligram gentamicin (sejenis aminoglycoside) lewat infus, dua kali sehari. Pemberian dilakukan selama lima hingga tujuh hari. Di antara para pasien tersebut, 89 orang di antaranya menerima pula pengobatan aspirin. Sedangkan 106 lainnya menerima obat yang berdampak plasebo (seolah-seolah menyembuhkan), selain menerima pengobatan antibiotik.

Ternyata tingkat kehilangan pendengaran pada pasien yang meminum aspirin sebesar 3 persen. Sedangkan mereka yang tidak diberi aspirin ada 13 persen yang menderita gangguan. Terbukti pula bahwa pada pasien yang diberi aspirin, 75 persen yang menderita kehilangan pendengaran dengan tingkat keparahan yang lebih rendah.

''Kami ingin menyebarkan penemuan ini kepada komunitas medis di seluruh dunia sehingga Anda bisa melakukan pencegahan untuk menekan risiko pada pasien Anda. Aspirin mudah diperoleh dan terjangkau,'' kata Jochen Schacht, profesor kimia biologi pada bidang Telinga, Hidung dan Tenggorok (THT) di sekolah kedokteran University of Michigan (U-M) ''Sebelumnya, kami menemukan bahwa pengobatan itu berhasil pada tikus, namun saya sangat senang saat menemukan bahwa cara ini pun berhasil pada manusia. Menerapkan penelitian dari hewan kepada manusia bukan hal yang mudah,'' kata Schacht. (n yyn )

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=247010&kat_id=123

Tidak ada komentar:

Posting Komentar